KESEHATAN BAYI DAN BALITA
MAKALAH ILMU
KESEHATAN ANAK
“KESEHATAN BAYI
DAN BALITA DI INDONESIA”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 1
Ø BORA
DORTY MARINDA MALAU
Ø ADRI
SUTRIANA SIANTURI
DOSEN PEMBIMBING
: NURAINI SITORUS, SST., M.Kes

AKADEMI
KEBIDANAN PEMKO TEBING TINGGI
T.A 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah
utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (kompas
2006). Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan
bangsa (kompas 2006).
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia,
terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian
bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir.
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan
derajat kesehatan anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status
kesehatan anak saat ini. Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah
tertinggi di negara ASEAN. Sedangkan angka kesakitan bayi menjadi indikator ke
dua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan
cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita.
2. Rumusan Masalah
1. Apa itu angka kesakitan dan kematian bayi serta berapa
angka kesakitan dan kematian bayi di Indonesia?
2. Apa itu angka kesakitan dan kematian balita serta
berapa angka kesakitan dan kematian balita di Indonesia?
3. Apa faktor penyebab kematian dan kesakitan bayi dan
balita di Indonesia?
3. Tujuan
1.
Mahasiswa mampu
menjelaskan pengertian bayi dan balita.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian angka kematian
dan angka kesakitan bayi di Indonesia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian angka kematian
dan kesakitan bayi di Indonesia.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan angka kematian dan angka
kesakitan balita di Indonesia
5.
Mahasiswa mampu
menyebutkan dan menjelaskan penyebab apa saja yang mengakibatkan angka kematian
dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN BAYI DAN BALITA
a.
Bayi
Bayi adalah masa
tahapan pertama kehidupan seorang manusia setelah terlahir dari rahim seorang
ibu. Pada masa ini, perkembangan otak dan fisik bayi selalu menjadi perhatian
utama, terutama pada bayi yang terlahir prematur maupun bayi yang terlahir
cukup bulan namun memiliki berat badan rendah. Baik ibu maupun bapak dan
orang-orang terdekat si bayi juga harus selalu mengawasi serta memberikan
perawatan yang terbaik bagi bayi sampai bayi berumur 1 tahun.
b.
Balita
Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah
(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain
masih terbatas. (Sutomo, 2010).
2. ANGKA KEMATIAN BAYI DAN BALITA DI INDONESIA
Masalah
kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang
saat ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006). Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus
bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan
bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan
dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Kompas, 2006).
Dalam
menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang
dapat digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status
gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir.
A. Angka Kesakitan dan Kematian
Bayi
1.
Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan bayi (Morbiditas) adalah
perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit tertentu dengan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun, dan dinyatakan dalam per 1000 penduduk.
Kegunaan dari mengetahui angka
kesakitan ini adalah sebagai indikator yang digunakan untuk menggambarkan pola
penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat. Angka kesakitan bayi adalah
perbandingan antara jumlah penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah
tertentu pada kurun waktu satu tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu
yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikali seratus
persen.
2.
Angka Kematian Bayi
(AKB)
Angka
kematian (Mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi
di masyarakat. Kegunaan dari mengetahui angka kematian ini adalah sebagai
indikator yang digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat status
kesehatan penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya pengobatan
yang dilakukan. Sementara itu, yang dimaksud dengan angka kematian bayi adalah
kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia
tepat satu tahun. Jadi, Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya
kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu
tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang membagi kematian bayi menjadi
dua, berdasarkan penyebabnya yaitu :
I.
Kematian Neonatal
atau disebut juga kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada
bulan pertama setelah dilahirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir
ini umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
II.
Kematian post-natal
atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi
setelah usia satu bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan.
Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR)
di Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan banyak Negara lain.
Tercatat pada tahun 1994 IMR di Indonesia yang mencapai 57 kematian per 1.000
kelahiran hidup turun menjadi 46 kematian per 1.000 kelahiran hidup di tahun
1997, dan kemudian turun lagi menjadi 35 kematian per 1.000 kelahiran di tahun
2002. Data tahun 2007, dari 1.000 kelahiran hidup, 34 bayi meninggal sebelum
usia 1 tahun.
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata
per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum
umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu
dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan target
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target
penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran
hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015. Berdasarkan SDKI telah
terjadi penurunan AKB secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66 per 100
kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada tahun
2007. Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai daerah paling tinggi angka kematian
bayi dan balita setelah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Papua.
Di bawah merupakan tabel survey menurut SDKI (Survey
Demografi Kesehatan Indonesia)
|
Provinsi
|
1994
|
1997
|
2002-2003
|
2007
|
|
DKI
Jakarta
|
30
|
26
|
35
|
28
|
|
Jawa
Barat
|
89
|
61
|
44
|
39
|
|
Jawa
Tengah
|
51
|
45
|
36
|
26
|
|
D.I
Yogyakarta
|
30
|
23
|
20
|
19
|
|
Jawa
Timur
|
62
|
36
|
43
|
35
|
|
Banten
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
36
|
46
|
B. Angka Kesakitan dan
Kematian Balita
1.
Angka Kesakitan
Balita
Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh
karena adanya penyakit akut, penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita.
Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita
tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah
kasus penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang
sama dikalikan seratus persen.
2.
Angka Kematian Balita
Angka kematian balita atau bawah lima tahun adalah
semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat
5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4
tahun. Jadi, Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia
0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur yang sama pada
pertengahan tahun tersebut (termasuk kematian bayi).
C. Penyebab
Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah
tertinggi di negara ASEAN. Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di
sebabkan karna pneumania, 23% karna penyakit diarre, dan 16% karna penyakit
tidak memeperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak
terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diarre. Pencegahan sederhana
dan dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi oral,
kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karna penyebab spesifik. Secara
keseluruhan 65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
D. Faktor-Faktor
yang menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
1.
Faktor kesehatan
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat
menentukan status kesehtan anak secara umum. Faktor inin ditentukan olehb
status kesehatan anak itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
2.
Faktor Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat
Indonesia, karena tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga
pemberian gizi atau makanan yang layak kepada bayi dan balita masih dianggap
kurang di Indonesia.
3.
Faktor kebudayaan
Pengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status
kesehatan anak, dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan
pengetahuan. Budaya di masyarakat dapat menimbulkan penurunan kesehatan anak,
misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yang dianggap baik oleh
masyarakat padahal budaya tersebut justru menurunkan kesehatan anak. Sebagai
contoh, jika badan anak panas akan di bawa ke dukun dengan keyakinan terjadi kesurupan,
anak paska oprasi dilarang memakan daging ayam karena daging ayam menambah
nyeri pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebut sangat
besar mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan gizi atau nutrisi yang cukup.
4.
Faktor keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan
perbaikan status kesehatan anak pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta
nilai-nilai yang di tanamkan peningkatan status kesehatan anak juga berkaitan
langsung dengan peran dan fungsi keluarga terhadap anaknya serta membesarkan
anak, memberikan dan menyediakan makanan, melindungi kesehatan mempersiapkan
pendidikan anak,dll.
E. 10 Penyakit Terbesar
yang Menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita di Indonesia
1.
ISPA dan Pneumonia
ISPA
yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu
kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Secara anatomis, ISPA
dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections)
ISPA Atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran
tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis
yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi
dengan penyakit jantung (endokarditis). Sedangkan radang telinga tengah yang
tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.
b.
ISPA Bawah (Acute
Lower Respiratory Infections)
Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia. Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan
ditandai dengan batuk dan kesukaran benafas. Balita yang terserang pneumonia
dan tidak segera diobati dengan tepat sangat mudah meninggal.
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita
adalah sekitar 10-20% per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di
Indonesia adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap
tahun ada 6 orang diantaranya yang meninggal akibat pneumonia. Jika dihitung,
jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di indonesia dapat mencapai
150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau
1 orang balita tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun),
karena sekitar 60-80% kematian pneumonia terjadi pada bayi.
Secara umum, ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan
sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara
pemberian makan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Pencegahan ISPA
dan Pneumonia yaitu dengan cara pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT).
Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita
dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT, 6% kematian pneumonia dapat dicegah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat,
cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.
2.
Diare
Diare
adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, kadang-kadang disertai oleh
darah atau lendir. Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
berkembang, termasuk indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu
penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pernafasan. Angka kematian
akibat diare di Indonesia masih sekitar 7,4%. Sedangkan angka kematian akibat
diare persisten lebih tinggi yaitu 45% (solaiman, EJ, 2001). Sementara itu,
pada survey morbiditas yang dilakukan oleh depkes tahun 2001, menemukan angka
kejadian diare di indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk.
Sedangkan menurut SKRT 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu
penduduk dan angka kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000
balita.
Insiden
penyakit diare yang berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk, dimana 60-70%
diantaranya anak-anak usia dibawah 5 tahun. Penyakit diare ini adalah penyakit
yang multi faktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan
sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang
salah. Oleh karena itu, keberhasilan menurunkan serangan diare sangat
tergantung dari sikap setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan
pemakaian larutan oralit dan cairan rumah tanggapada anak yang menderita diare.
Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk
menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat
menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare.
3.
Berat Badan Rendah
(BBLR) sebesar 29%
Berat Badan Lahir Rendah (kurang
dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap
kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR
karena premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu
bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang
banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemi, malaria dan
menderita penyakit menular seksual(PMS) sebelum konsepsi atau saat
kehamilan.
4.
Afiksia (Kesulitan
Bernafas saat Lahir) sebesar 27%
Afiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas secara sepontan dan teratur setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir. Pernafasan spotan BBL terganntung pada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Bila terdapat gangguan dan pertukaran gas tau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia
yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian.
5. Masalah nutrisi dan
infeksi sebesar 10%
Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan
neonatus dimana di Indonesia merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus
adalah penyakit pada bayi baru lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi
yang terkena infeksi menunjukan dengan kriteria-kriteria diagnosis. Infeksi
neonatus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi baru
lahir. Infeksi pada neonatus merupakan salah satu penyebab tertinggi terhadap
terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebh kurang 2%
janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama
persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan.
6.
DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk golongan Arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
betina. Gejala klinis DHF (dengue hemoragic fever) dibagi menjadi empat
tingkatan, yaitu derajat I ditandai adanya panas 2-7 hari dengan gejala umumnya
tidak khas, tetapi uji tourniquet positif; derajat II sama seperti derajat I,
tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan spontan, seperti petekie, ekimosa,
epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, telinga, dan lain-lain;
derajat III ditandai adanya kegagalan dalam peredaran darah, seperti adanya
nadi lemah dan cepat serta tekanan darah menurun; dan derajat IV ditandai
adanya nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, akral dingin,
berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti
pembesaran hati, adanya nyeri, asites, dan tanda-taanda ensefalopati, seperti
kejang, gelisah, sopor, dan koma.
7.
Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal
dari hidung dan tenggorokan. Bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal
pada trakea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan,
dan sinus ke paru. Gejala bronkitis umumnya diawali dengan batuk pilek, akan
tetapi jika infeksi ini telah menyebar ke bronkus, maka batuknya akan bertambah
parah dan bertambah sifatnya.
8.
Kejang demam
Merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6
bulan – 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat
terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah anak akan
menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan brgetar dengan
hebat.
Kejang
demam sering terjadi pada anak di bawah usia satu tahun samai awal kelompok
usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini otak anak sangat rentan
terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekita sepuluh persen anak mengalami
sekurang-kurangnya 1 kali kejang. P[ada usia lima tahun, sebagian besar anak
telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang demam.
9.
Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan
berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang
mengalami bilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus tejadi
pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih
setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan
proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan
lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain.
10.
Tetanus neonatorum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan oleh adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh
Clostridium tetani yang bersifat anaerob, dimana kuman tersebut berkembang pada
keadaan tanpa oksigen. Tetanus pada bayi dapat disebabkan karena tindakan
pemotongan tali pusat yang kurang steril. Masa inkubasi penyakit ini antara
5-14 hari.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan
bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang
dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan
tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan
pembangunan bangsa (kompas 2006). Angka kematian bayi di Indonesia masih sangat
tinggi jika di bandingkan dengan negara lain di ASEAN.
Penyakit terbesar yang mengakibatkan angka kematian
dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia cukup tinggi adalah penyakit diare,
ISPA dan pneumonia, bayi dengan berat badan lahir rendah, afiksia, dan infeksi.
Salah satu faktor penyebab itu terjadi adalah status sosial ekonomi, budaya,
kurangnya perhatian dari masyarakat ataupun dari pemerintah, faktor kesehatan.
Akan tetapi pemerintah juga mempunyai upaya-upaya dalam mengatasi masalah ini
yaitu dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah
pelayanan kesehatan, meningkatkan status gizi masyarakat, meningkatkan peran
serta masyarakat, Meningkatkan manajemen kesehatan.
2. Saran
Di Indonesia masih banyak bayi
yang mengalami kesakitan dan kematian karena salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah sosial ekonomi dan di indonesia masih banyak orang
indonesia yang menderita kemiskinan apalagi yang terletak di bagian terpencil,
oleh karena itu untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada bayi dan
balita seharusnya dilakukan penambahan lapangan kerja sehingga masyarakat di
indonesia mudah dalam mencari lapangan pekerjaan, dan apabila lapangan
pekerjaan sudah dapat maka status ekonomi mereka pun akan naik sehingga jumlah
kemiskinan yang ada di Indonesia akan berkurang. Dengan demikian mereka akan
mampu membiayai kehidupan mereka dan mereka akan mampu memberi gizi yang baik
kepada anggota keluarga mereka atau pada bayi dan balita sehingga bayi dan balita
di Indonesia yang mengalami morbiditas dan mortalitas akan berkurang.
Komentar
Posting Komentar